Tuesday, March 31, 2009

Another truth part II

Ketika hendak terjun ke laut bebas, tiba-tiba sang nakhoda kapal berkata "jangan tinggalkan saya" .
Saya bingung . Sorot matanya memperlihatkan entah itu serius atau memang hanya sekedar ucapan lewat semata. Saya bingung .
Saya pun tak beranjak pergi, walaupun saya merasa inilah yang terbaik untuk saya lakukan. Saya bertemu beberapa penumpang lain di suatu tempat. Mereka bertanya "bagaimana dengan sang nakhoda kapal?" Saya hanya mengangkat bahu seraya mengucapkan kata "tidak tahu. Saya bingung" kepada penumpang lain tersebut. Sebutlah dia Sang Hawa . Hawa pun kemudian diam dan tak bertanya apapun lagi. Saya kira penjelasan saya yang singkat itu cukup membuatnya mengerti.
Oh ayah bunda. Anakmu ingin terjun bebas. Anakmu ingin melihat dunia yang luas. Anakmu tidak ingin seperti katak yang selalu terperangkap dalam tempurungnya .
Tapi apa daya, Ayah, Bunda. Anakmu ini terlalu ingin bersama sang nakhoda kapal. Ketika kalian menanyakan padaku bagaimana kabarku, dan aku bertanya baik-baik saja, kalian menganggapku berbohong. Tidak, Ayah,Bunda. Ini adalah rahasia pribadiku. Dan aku hanya ingin menyimpannya untuk diriku sendiri.
Oh ayah bunda, aku ingin bebas. Tapi aku juga ingin membawanya bersamaku. Bolehkah?

Ayah, nakhoda kapal ini baik sekali.
Ibu, nakhoda kapal ini orangnya manis.
Tapi aku sendiri tak tahu, apakah itu hanya pemanis saja ataukah memang murni dari hatinya. Ayah bunda aku bingung. Aku butuh bimbingan kalian.

Halo nakhoda kapal yang baik hati .
Seandainya saya ingin terus bersabar agar bisa mengarungi luasnya lautan bersamamu, apakah kau tidak akan memancing ikan di lautan bebas hanya untuk makan siang?

Hei nakhoda kapal, apakah perjalanan selama 2 bulan ini hanyalah mimpi? Kalau iya, aku tak ingin terbangun. Aku tak ingin melihat kejamnya dunia ini. Aku ingin melihat indahnya pelangi bersamamu . Aku ingin melihat birunya langit dan putihnya awan sembari bergandengan tangan memegang kemudi kapal bersamamu. Masih bisakah aku berharap demikian? Masih bisakah aku berdiri tepat disampingmu?

Anggaplah aku bagaikan setitik embun di pagi hari. Yang bisa hilang menjelang siang dan kembali ada di waktu malam. Ketika hujan aku tak ada, digantikan oleh turunnya hujan yang membasahi tanah tempatmu berpijak. Oh nakhoda kapal. Kau memang seperti heroin. Heroin. Kokain dan semacamnya. Arrgghh !! Aku tak berdaya melawan godaan heroin tersebut. Tidaaaak!

Halo tuan, apakah tuan masih ingin mengemudikan kapal ini? Bicaralah kepadaku tuan. Tengoklah sebentar ke belakang, ke kursi penumpang. Lihat mataku. Mata yang memancarkan sinar pengharapan atau kebencian kah yang kau lihat, Tuan?
Yang akan kau lihat adalah sorot mata yang kosong. Yang perlu diberi sentuhan cahaya yang bisa membuatnya melihat dunia yang penuh warna. Namun apabila sekali lagi ini hanyalah mimpi, jangan bangunkan aku. Aku masih ingin tidur. Aku ingin tidur panjang. Aku ingin menutup telinga dari semua bisikan yang belum tentu benar. Aku ingin menutup mata dari semua hal yang membuatku ingin meninggalkanmu mengemudikan kapal ini seorang diri. Hatiku selalu terbuka, namun apakah pintu kapalmu sama terbukanya seperti hati ini?
Ketika hati berbicara apa yang sulit untuk dilisankan, percayalah tuan, itulah kejujuran yang sebenarnya. Pertanyaannya adalah, apakah kau sudah jujur kepada dirimu sendiri?
Tuan, aku tak ingin kehilangan momen terakhirku ini dengan kehilangan kesempatan mengemudikan kapal bersamamu. Bersama awak kapal lainnya.
Kumohon, wujudkanlah ucapanmu tadi yang "jangan tinggalkan aku". Aku harap aku bukanlah satusatunya orang yang pernah berkata demikian, tuan..

No comments: